Oleh: Rahadih Gedoan, SS
Barangkali kita pernah mendengar atau juga sangat akrab
dengan penggalan syair yang diciptakan
oleh Ian Antono, seorang personil God Bless, yang berbunyi Dunia ini panggung
sandiwara…! Apakah benar dunia ini sebuah panggung sandiwara yang maha luas,
yang kemudian tidak mengenal batas ruang dan waktu? Jika benar, apakah dengan
demikian kita setiap hari bersandiwara sembari memainkan peran masing-masing
sebagai mahasiswa, penumpang pesawat terbang, pemabuk, atau pemeranan peran
lainnya dengan emosi yang bervariasi semisal marah, sedih, atau bahagia di
latar-latar atau tempat seperti kampus, rumah, diskotik, jalan raya, dan lain
sebagainya?
Pengertian Teater
Sandiwara, dalam penamaannya, memiliki penyebutan lain
seperti main drama, teater, dan tonil. Semua penyebutan tersebut hanya merujuk
kepada satu esensi makna yakni seni peran. Teater berasal dari kata Yunani,
‘theatron’ yang memiliki arti secara harafiah yaitu sebagai tempat atau gedung
pertunjukan. Dalam perkembangannya, pengertian tersebut menjadi lebih luas
yakni sebagai segala hal yang dipertunjukkan di depan orang banyak. Mungkin
selama ini terdapat sedikit kekeliruan yang menyelaraskan makna ‘teater’ dengan
‘drama’. Kata ‘drama’ dianggap telah ada sejak era Mesir Kuno (4000-1580 SM),
sebelum era Yunani Kuno (800-277 SM).
Hubungan kata ‘teater’ dan ‘drama’ sebetulnya bersandingan
sedemikian erat dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan drama lebih
identik sebagai teks atau naskah atau lakon atau karya sastra (Bakdi Soemanto,
2001).
Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa istilah ‘teater’
berkaitan langsung dengan pertunjukan, sedangkan ‘drama’ berkaitan dengan lakon
atau naskah cerita yang akan dipentaskan. Jadi, teater adalah visualisasi dari
drama atau drama yang dipentaskan di atas panggung dan disaksikan oleh penonton.
Jika ‘drama’ adalah lakon dan ‘teater’ adalah pertunjukan maka ‘drama’ hanya
merupakan salah satu unsur dari ‘teater’.
Di Indonesia sendiri, pada tahun 1920-an, belum muncul
istilah teater. Yang ada adalah sandiwara atau tonil (dari bahasa Belanda: Het
Toneel). Istilah Sandiwara konon dikemukakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro VII
dari Surakarta. Kata sandiwara berasal dari bahasa Jawa ‘sandi’ berarti
‘rahasia’, dan ‘wara’ atau ‘warah’ yang berarti, ‘pengajaran’. Menurut Ki Hajar
Dewantara ‘sandiwara’ berarti ‘pengajaran yang dilakukan dengan perlambang’
(Harymawan, 1993).
Semua aktivitas dalam seni pertunjukan (to act) di atas
panggung disebut akting (acting). Istilah acting dalam bahasa Inggris berakar
dari kata Yunani ‘dran’ yang berarti: ‘berbuat’, ‘berlaku’, atau ‘beraksi’.
Karena aktivitas beraksi ini maka para pemain pria dalam teater disebut actor
dan pemain wanita disebut actress (Harymawan, 1993).
Seni Peran dan Seluk Beluk
Keaktoran
Seni peran tanpa para pemain peran (aktor-aktris) bagaikan
padang pasir yang gersang tanpa ditumbuhi tumbuhan apapun. Ada orang yang
dilahirkan dengan bakat yang luar biasa untuk bisa menjadi aktor/aktris dan ada
juga yang tidak. Namun, bakat saja tidak cukup karena menjadi aktor/aktris
memerlukan kedisiplinan untuk mengasah kemampuan yang dimiliki. Ada orang yang
tidak memiliki kemampuan dalam seni peran tetapi karena rajin dan disiplin maka
mampu menjadi aktor/aktris yang potensial.
Kemampuan menjadi seorang aktor/aktris dalam memainkan peran
di sebuah pertunjukan panggung atau juga dalam sebuah penggarapan film/sinetron
perlu disiapkan sebelumnya. Ada tiga hal yang paling mendasar dalam
mempersiapkan seseorang untuk menjadi orang yang berkemampuan sebagai
aktor/aktris, yaitu Olah Tubuh, Olah Jiwa, dan Olah Suara.
a. Olah Tubuh
Untuk menjadi seorang aktor/aktris wajib melatih tubuhnya
sebagai modal paling mendasar. Berikut ini beberapa langkah melatih tubuh:
Relaksasi.
Relaksasi adalah hal pertama yang haru dilakukan dengan cara menerima
keberadaan dirinya. Relaksasi bukan berarti berada dalam keadaan pasif (santai)
tetapi keadaan dimana semua kekangan yang ada di tubuh terlepas. Salah satu
masalah yang sering dihadapi oleh aktor adalah kebutuhan untuk relaksasi. Baik
itu di dalam kelas, dalam latihan, di atas panggung, maupun paska produksi.
Relaksasi adalah hal yang sangat penting bagi semua performer. Relaksasi
bukanlah keadaan menta dan fisik yang tidak aktif, melainkan keadaan yang cukup
aktif dan positif. Ini memungkinkan seorang aktor untuk mengekspresikan dirinya
saat masih di dalam kontrol faktor-faktor lain yang bekerja melawan cara
pemeranan karakter yang baik. Jadi, relaksasi adalah hal yang penting dalam
upaya mencapai tujuan utama dari seorang performer. Segala sesuatu yang
mengalihkan perhatian ataupun yang mencampuri konsentrasi seorang aktor atas
sebuah karakter, cenderung dapat merusak relaksasi. Aktor pemula biasanya tidak
dapat dengan mudah merespon sebuah perintah untuk rileks, hal ini disebabkan
berkaitan dengan aspek-aspek fisik kepekaan dan emosi akting ketika berada di
hadapan penonton. Dengan kata lain, dalam keadaan rileks, aktor akan menunggu
dengan tenang dan sadar dalam mengambil tempat dan melakukan akting. Untuk
mencapai relaksasi atau mencapai kondisi kontrol mental maupun fisik diatas panggung,
konsentrasi adalah tujuan utama. Ada korelasi yang sangat dekat antara pikiran
dan tubuh. Seorang aktor harus dapat mengontrol tubuhnya setiap saat dengan
pengertian atas tubuh dan alasan bagi perilakunya. Langkah awal untuk menjadi
seorang aktor yang cakap adalah sadar dan mampu menggunakan tubuhnya dengan
efisien.
Ekspresi.
Kemampuan Ekspresi merupakan pelajaran pertama untuk seorang aktor, dimana ia
berusaha untuk mengenal dirinya sendiri. Si aktor akan berusaha meraih ke dalam
dirinya dan menciptakan perasaan-perasaan yang dimilikinya, agar mencapai
kepekaan respon terhadap segala sesuatu. Kemampuan Ekspresi menuntut
teknik-teknik penguasaan tubuh seperti relaksasi, konsentrasi, kepekaan,
kreativitas dan kepunahan diri (pikiran-perasaan-tubuh yang seimbang) seorang
aktor harus terpusat pada pikirannya. Kita menggunakan cara-cara nonlinguistik
ini untuk mengekspresikan ide-ide sebagai pendukung berbicara. Tangisan,
infleksi nada, gesture, adalah cara-cara
b. Olah Jiwa
Metode Olah Jiwa yang disusun Dartum Ipung Kusmawi, S.Pd dan
A. Rois Affandi (2007) memperkenalkan proses pertama transformasi atau
penjiwaan terhadap peran adalah memberi fokus kepada energi yang sudah dimiliki
oleh si aktor. Aktor harus mengendalikan dirinya menuju satu tujuan tertentu.
Usaha memfokuskan energi itu adalah usaha menyerahkan diri sepenuhnya kepada
aksi dramatis sesuai tuntutan naskah, di mana ia mampu menentukan
pilihan-pilihan aksi selaras dengan keyakinannya terhadap tokohnya. Secara
harfiah konsentrasi berarti memfokuskan kepada sesuatu , sehingga dalam
konsentrasi, kepekaan si aktor dapat mengalir bebas menuju satu titik atau
bentuk tertentu.
Seorang aktor harus punya pusat perhatian (konsentrasi) dan
bahwa pusat ini seyogyanya tidak berada di tengah tempat latihan. Makin menarik
pusat perhatian, makin sanggup ia memusatkan perhatian. Jelas sekali sebelum
anda sanggup menetapkan titik perhatian yang sedang dan yang jauh, terlebih
dahulu anda harus belajar bagaimana caranya memandang dan melihat benda-benda
di area set. Aktor yang berada di area set, menghayati suatu kehidupa yang
sejati atau imajiner. Kehidupan abstrak ini perhatian dalam diri kita. Tapi ia
tidak mudah untuk dimanfaatkan, karena ia sangat rapuh. Seorang aktor harus
juga seorang pengamat, bukan saja dalam memainkan peran di atas pentas atau
sebuah film, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Dengan keseluruhan dirinya
ia harus memusatkan pikirannya pada segala yang menarik perhatiannya. Ia harus
memandang sebuah objek, bukan lain, tapi betul-betul dengan mata yang tajam.
Jika tidak, maka seluruh metode kreatifnya akan ternyata mengembang dan tidak
punya hubungan dengan kehidupan. Umumnya orang tidak tahu bagaimana caranya
mengamati tarikna wajah, sorotan mata seseorang dan nada suara untuk dapat
memahami pikiran lawan bicara mereka. Mereka tidak bisa secara aktif memahami
kebenaran kehidupan secara kompleks dan juga tidak sanggup mendengar kan
sedemikian rupa, hingga mereka dapat memahami apa yang mereka dengar. Jika
mereka dapat melakukan ini, kehidupan ini akan jauh lebih baik, lebih mudah dan
kerja kreatif mereka akan lebih kaya, lebih halus dan lebih dalam. Tapi kita
tidak bisa memaksakan pada seseorang sesuatu yang tidak dimilikinya, hanya daya
yang dimilikinya saja yang bisa ia kembangkan.
Latihan Olah Sukma I
Pikiran kadang disebut juga sukma. Bagi seorang aktor. Sukma
harus diolah secara serius selain tubuh dan suaranya. Apabila olah tubuh dan olah suara merupakan latihan-latihan
teknik keteramopilan berbentuk fisik dan bersifat jasmaniah maka olah sukma
merupakan latihan kejiwaan. Olah sukma merupakan pokok atu pendorong utama
lahirnya gerak atau suara dalam suatu proses pemeranan. Olah sukma sering juga
disebut olah rasa atau olah jiwa.
Agar sukma dapat berguna bagi kepentingan pementasan maka seorang
aktor selayaknya melakukan latihan olah sukma secara disiplin dan serius.
Latihan olah sukma tersebut bisa berupa:
Konsentrasi.
Konsentrasi merupakan upaya memusatkan pikiran dan daya kesanggupan untuk
mengarahkan / memfokuskan semua kekuatan rohani dan pikiran kearah satu sasaran
yang jelas secara terus menerus. Konsentrasi merupakan hal yang cukup sulit
dilakukan jika tidak diawali dengan latihan yang serius. Apabila anda sering
melatih diri untuk konsentrasi maka anda akan mempunyai kebiasaan yang teguh
dalam menghadapi suatu kejadian. Bagi seorang aktor, konsentrasi berguna dalam
menyelami watak dan kepribadian tokoh yang sedang diperankannya. Dalam latihan
konsentrasi, anda bisa mencobanya dengan teknik sederhana sebagai berikut:
- Bacalah sebuah buku atau majalah
- Ketika proses membaca, putarlah musik dari
player
- Daya konsentrasi akan diuji dengan suara
musik tersebut
- Apabila suara musik lebih dominan
memenuhi pikiran dibandingkan dengan tulisan dibuku yang sedang dibaca maka
daya konsentrasi anda belum bekerja sepenuhnya.
Imajinasi.
Imajinasi merupakan daya khayal, gambaran sesuatu atau kemampuan membayangkan
sesuatu dalam pikiran. Proses kreatif seorang seniman biasanya diawali dari
sebuah imajinasi. Dengan imajinasinya, ia akan menciptakan kreasi seni. Dengan
imajinasi pula ia bisa leluasa mengembara dalam dunia khayal yang sulit diraih
dikehidupan nyata. Kemampuan imajinasi seseorang akan cepat berkembang jika
sering digunakan dan dilatih. Bagi seorang aktor, imajinasi penting untuk memahami
sosok seorang tokoh yang akan diperankannya. Sudah menjadi kewajiban bahwa
sebelum seorang aktor berakting diatas pentas, ia harus mempelajari dulu tokoh
tersebut. Ia harus mengajukan banyak pertanyan tentang usia tokoh, tentang laku
fisik, dan laku bathin si tokoh. Pertanyaan – pertanyaan tersebut diantaranya
dijawab melalui proses imajinasi. Apalagi jika anda memerankan tokoh fiktif
maka anda bisa bebas menciptakan gerak laku dan pikiran tokoh tersebut.
Observasi.
Apabila imajinasi merupakan upaya pengenalan tokoh secara tidak langsung, yaitu
melalui proses khayal, sedangkan observasi adalah memahami tokoh secara
langsung. Observasi ini merupakan daya pengamatan yang digunakan untuk
memperhatikan dan mengamati sesuatu yang ada dalam kehidupan sekitar. Seorang
aktor harus memiliki daya pengamatan yang tajam. Dengan pengamatan yang tajam
dan lengkap itu, ia dapat menyeleksi bagian yang tepat untuk ditampilkan sesuai
dengan nilai artistik yang diinginkan.
Apabila seorang aktor akan memerankan watak dan tokoh
tertentu maka ia dapat melakukan observasi yang difokuskan pada tokoh yang
mirip atau sama. Apabila memungkinkan, lakukan observasi dengan waktu yang
cukup sehingga gerak-gerik tokoh tersebut dapat lebih mendetail untuk diamati.
Dan hasil observasi tersebut, kemudian dihidupkan melalui ingatan emosi dan
daya imajinasi sehingga dapat ditampilkan secara total. Sebagai latihan,
biasakan untuk mengamati orang-orang disekitar lingkungan anda berdasarkan
kriteria berikut:
Profesi:
Guru,
dokter, tentara, mahasiswa, nelayan dan sebaginya
Umur :
Muda , remaja, dewasa, dan tua
Watak :
sombong, penyayang, ramah,
pendiam dan sebagainya
Emosi dan Perasaan.
Emosi erat kaitannya dengan perasaan. Kepekaan emosi ini pun berbeda-beda bagi
setiap orang. Perasaan mendorong lahirnya emosi, sedangkan emosi mencerminkan
perasan seseorang. Bagi seorang aktor, kepekaan emosi ini sangat penting karena
sebagai pemain ia di tuntut untuk dapat membangkitkan emosinya setiap saat dan
dapat mengendalikannya sesuai dengan yang diinginkan dan sesuai pula dengan
yang diperlukan saat itu oleh peran yang dimainkan. Untuk mampu membangkitkan
dan mengendalikan emosi tersebut, diperlukan disiplin yang dapat dilatih.
Kebiasan latihan emosi akan dapat mengatur ketepatan emosi yang diperlukan.
Adegan yang bagaimana yang memerlukan banyak dan sedikitnya emosi, semuanya
dapat dilatih. Latihan mengendalikan emosi merupakan latihan mengatur emosi
yang diperlukan dalam suatu permainan.
Pikiran.
Pikiran merupakan alat bathin untuk berpikir dan mengingat. Pikiran dapat pula
berarti angan-angan, gagasan, dan pertimbangan-pertimbangan. Pikiran erat
kaitannya dengan intelegensi. Bagi seorang aktor, pikiran merupakan alat bathin
untuk menyampaikan keinginan, gagasan, atau pendapat. Pikiran juga merupakan
kemampuan menangkap, menafsirkan dan menganalisis.
Latihan pikiran dapat berupa melatih diri mengemukakan
pendapat, mendengarkan pikiran orang lain, memberikan kritik tentang apa yang
disaksikan, atau memberi komentar tentang apa yang ia hadapi.
Latihan Olah Sukma 2
Seorang
aktor harus mampu menghayati setiap situasi yang diperankan. Apabila aktor
harus memerankan adegan menangis, maka ia harus betul-betul terlihat menangis,
begitu juga saat memerankan adegan tertawa, terkejut, marah dan sebagainya. Aktor
harus mampu secara sempurna menyelami jiwa tokoh yang dibawakan serta
menghidupkan jiwa tokoh itu sebagai jiwanya sendiri, sehingga penonton merasa
yakin bahwa yang ada di pentas bukanlah diri sang aktor tetapi diri tokoh yang
diperankan. Untuk memperoleh akting yang meyakinkan tersebut, seorang aktor
harus melatih kemampuan sukma/ pikiran secara benar. Di bawah ini disajikan
latihan sederhana untuk mengolah kepekan pikiran yang disebut preparation atau
disingkat prep. Istilah ini diperkenalkan oleh W.S Rendra sebagai bekal
pemanasan bagi para aktor sebelum latihan maupu pementasan teater. Prep ini
sebaiknya dilakukan dalam posisi duduk dan tidak bergerak kesana kemari. Posisi
duduk ini bisa bersila di lantai, di tanah atau di rerumputan. Jangan lupa lakukan
dengan mata terpejam untuk memudahkan pemusatan pikiran dan perasaan. Adapun
tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:
Mengatur Nafas.
Hiruplah udara sebanyak-banyaknya melalui kedua lubang hidung, masukkan kedalam
paru-paru, keluarkan secara perlahan, tidak terburu-buru, tidak terputus, terus
berkesinambungan dalam irama yang ritmis. Lakukan dengan penuh perasaan, hayati
setiap tarikan dan desahan nafas yang kita lakukan.
Mengaktifkan Penciuman.
Cobalah cium semua bau yang ada dilingkungan tempat anda berlatih. Apakah bau
apek, pengap, segar dan lain lain. Fungsi dari kegiatan ini berkaitan dengan
tugas aktor yang harus main di berbagai setting dengan suasana beragam. Jika
bermain disebuah kandang kuda yang banyak kotorannya dan mengeluarklan bau yang
tidak sedap, tentu aktor akan mengeluarkan sapu tangan untuk menutupi
hidungnya. Padahal Cuma diatas panggung dengan set yang realis.
Mengaktifkan Pendengaran.
Dengar semua suara saat anda melakukan latihan. Dari mulai suara terjauh yang
hanya terdengar sayup sayup, hingga suara yang paling dekat didengar oleh
telinga kita. Kemudian suara yang didengar itu diseleksi, pilihlah salah satu,
lalu pertahankan untuk waktu yang dikehendaki. Setelah itu lepaskan lagi,
biarkan berbaur dengan suara lainnya. Bisa juga mendengarkan musik, lalu pilih
salah satu instrumen saja yang mendapat perhatian serius. Misalnya suara drum
saja, suara gitar atau suara instrumen lainnya.
Mengaktifkan Pencicipan.
Julurkan lidah kemudian ciciplah apa yang bisa di cicip pada saat itu. Apakah
rasa asin, manis, pahit dan sebagainya.
Kegiatan seperti ini dapat dirasakan manfaatnya ketika seorang aktor harus
berakting memakan atau meminum sesuatu yang bukan barang aslinya. Misalnya
meminum alkohol, padahal hanya air putih belaka.
Mengaktifkan Perabaan.
Mengaktifkan peraban adalah melatih kepekaan rabaan tangan. Seorang aktor akan
meraba pundak kekasihnya dengan lembut dan penuh perasaan. Padahal gadis itu
bukan kekasihnya, tetapi hanya teman biasa. Cara yang bisa dilakukan adalah
dengan meraba tubuh sendiri dari mulai wajah serta anggota tubuh lainnya.
Kenalilah setiap lekuknya dengan seksama. Bisa juga dilakukan dengan aktor yang
lain dengan persetujuan terlebih dahulu tentunya.
Mengaktifkan Permukaan
Kulit. Mengaktifkan permukaan kulit adalah melatih
kepekaan tubuh terhadap iklim suhu udara sehingga pemain mampu menyesuaikan
aktingnya dengan suhu yang ada dalam alur cerita. Cara yang bisa dilakukan
adalah dengan merasakan suhu pada saat melakukan prep, apakah dingin, panas,
sejuk dan sebagainya.
Mengaktifkan Fantasi.
Seorang aktor harus menyatakan cintanya, padahal didepannya adalah kamera. Maka
si aktor tersebut harus mampu berkahayal bahwa dihadapannya berdiri sang
kekasih pujaan hati. Caranya adalah dengan mendengarkan sebuah suara, lalu
membayangkan asal suara tersebut, bentuknya seperti apa, rupanya bagaimana,
warnanya apa dan seterusnya. Kemudian rangkailah sebuah cerita berdasarkan
imajinasi tersebut. Jika ketujuh kegiatan tersebut telah dilaksanakan, maka
bukalah mata secara perlahan dan selesailah prep.
c. Olah Suara
Ada beberapa teknik olah vokal yang bisa diterapkan dalam
ranah seni pertunjukan, di antaranya:
Artikulasi.
Artikulasi adalah pengucapan kata dengan jelas dan benar.
Pernapasan.
Pernapasan dalam olah vokal adalah kegiatan menghirup udara yang kemudian
disimpan dan dikeluarkan sedikit demi sedikit sesuai dengan keperluan.
Pernapasan terdiri dari tiga bentuk dan ini bisa dilakukan pada waktu latihan
olah vokal, yaitu perrnapasan perut, pernapasan dada, dan pernapasan diafragma.
Kekuatan.
Kekuatan dalam olah vokal berhubungan dengan pernapasan. Jika pernapasan bisa
dilakukan dengan bagus, baik, dan benar maka kekuatan dalam mengeluarkan suara
akan bisa dilakukan. Perlu diingat bahwa kekuatan dalam suara bukan kekuatan
berteriak sekeras-kerasnya.
Latihan
Olah Vokal
Agar ketiga poin di atas bisa tercapai dengan baik, maka
diperlukan latihan-latihan yang benar. Latihan tersebut dilakukan sebelum
melakukan olah vokal. Sebelum masuk ke teknik vokal biasakan lakukan pemanasan
tubuh. Pemanasan yang standar adalah menggerakkan anggota badan dari kepala
sampai kaki. Pemanasan dimaksudkan agar tubuh menjadi lentur dan ini bermanfaat
bagi penyanyi panggung, agar kondisi tubuh tetap terjaga.
Sesudah lakukan olah tubuh, lemaskan badan. Tubuh usahakan
rileks. Dan lakukan hal-hal di bawah ini:
- Lakukan pernapasan dengan tubuh
yang rileks, posisi badan duduk dengan tegak dan kaki disilangkan. Tutup mata
dan tarik napas perlahan-lahan, lalu hembuskan pelan-pelan. Lakukan sebanyak
sepuluh kali.
-Tahap
kedua tetap dengan posisi pertama. Perbedaannya, tarik napas perlahan-lahan,
jangan dikeluarkan langsung. Tahan sampai sepuluh detik dan keluarkan
perlahan-lahan. Lakukan sebanyak sepuluh kali.
-Setelah
itu, lakukan olah vokal. Lakukan pernapasan dan pada waktu mengeluarkan napas,
keluarkan atau bunyikan huruf vokal A I U E O secara bergantian.
Teknik
Pernapasan dan Artikulasi
Pernapasan Perut.
Lakukan cara pernapasan seperti di atas. Tahan napas di perut beberapa detik
dan keluarkan huruf vokal A I U E O.
Pernapasan Dada.
Lakukan cara pernapasan, tahan napas di dada beberapa detik dan keluarkan huruf
vokal A I U E O.
Pernapasan Diafragma.
Lakukan cara pernapasan, tahan napas di diafragma beberapa detik dan keluarkan
huruf vokal A I U E O. Pernapasan diafragma cocok dipakai untuk mengeluarkan
suara yang panjang dan melengking.
Artikulasi.
Latihan ini bisa dilakukan dengan teknik pernapasan. Bedanya, vokal yang
dikeluarkan adalah huruf vokal yang diulang-ulang. Contoh: kukukakikakekukeko
Å“suaramusikberdentamdentum. Pengucapan dilakukan berkali-kali sekaligus tanpa
ada jeda. Lakukan dengan dibarengi teknik pernapasan.
Enam Pelajaran Pertama Bagi
Calon Aktor Oleh Richard Boleslavsky
Richard Boleslavsky adalah seorang tokoh teater dunia dan
merupakan murid Stanislavsky mengembangkan teori-teori akting gurunya dalam
sebuah buku yang berjudul ‘Enam Pelajaran Pertama Bagi Calon Aktor’ (Acting:
The First Six Lessons, 1933). Kenam pelajaran tersebut secara ringkas
dipaparkan sebagai berikut:
1. Pelajaran
Pertama : Konsentrasi
Konsentrasi bertujuan mengarahkan agar seorang aktor dapat
dengan luwes mengubah dirinya menjadi orang lain, yaitu peran yang
dibawakannya. Untuk mampu berkonsentrasi, seorang aktor harus berlatih
memusatkan diri, mulai dari lingkaran yang besar, menyempit, kemudian membesar
lagi. Meskipun latihan dilakukan di tempat-tempat ramai oleh suara hiruk-pikuk
orang atau kendaraan, tetapi jika konsentrasi dilakukan dengan semangat kuat
maka lakon akan tetap berjalan. Latihan konsentrasi ini juga dapat dilaksanakan
melalui latihan fisik (misalnya yoga), latihan intelektualitas atau kebudayaan
(misalnya menghayati musik, puisi, seni lukis), dan latihan sukma (melatih
kepekaan sukma menanggapi segala macam situasi).
2. Pelajaran Kedua: Ingatan Emosi
The transfer of emotion adalah cara efektif untuk menghayati
suasana emosi suatu peran secara hidup, wajar dan nyata. Jika pelaku harus
bersedih, dengan suatu kadar kesedihan tertentu dan menghadirkan emosi yang
serupa, maka kadar kesedihan itu takarannya pas, tidak berlebihan, sehingga
tidak terjadi over acting.
3.
Pelajaran Ketiga: Laku Dramatis
Berlaku dramatis berarti bertingkah laku dan berbicara bukan
sebagai dirinya sendiri, tetapi berdasarkan apa / siapa yang diperankan. Untuk
itu diperlukan penghayatan kuat terhadap tokoh yang diperankan secara mendalam,
sehingga dapat diadakan adaptasi.
4.
Pelajaran Keempat: Pembangunan Watak
Aktor harus mampu membangun wataknya sesuai dengan tuntutan
peran. Pembangunan watak tersebut didahului dengan menelaah struktur fisik,
kemudian mengidentifikasikannya, dan selanjutnya menghidupkan watak tersebut
seperti halnya wataknya sendiri.
5.
Pelajaran Kelima: Observasi
Observasi terhadap tokoh yang sama dengan peran yang dibawakan.
Untuk memerankan tokoh pengemis dengan baik, perlu mengadakan observasi
terhadap seorang atau beberapa pengemis dengan ciri fisik, psikis, dan sosial
yang sesuai. Latihan observasi ini dapat pula dilakukan dengan cara mengerjakan
sesuatu yang pernah dilihat dengan pura-pura. Misalnya: adegan mengetuk pintu
(padahal pintu tidak ada/pura-pura).
6. Pelajaran Keenam: Irama
Sentuhan terakhir dalam suatu latihan drama adalah
pengaturan irama permainan. Irama permainan ini, untuk setiap aktor, diwujudkan
dalam panjang pendek, keras lemah, tinggi rendahnya dialog, serta variasi
gerakan, yang harus dihubungkan dengan timing, penonjolan bagaian, pemberian
isi, progresi dan pemberian variasi pentas.
Jembatan
Keledai (12 langkah pemahaman karakter tokoh Menurut W.S Rendra):
1.
Catat dan hafalkan jati diri
tokoh yang akan diperankan, seperti: Umurnya, pendidikannya, status sosialnya,
keadaan ekonominya, dan sebagainya.
2.
Kumpulkan tindakan-tindakan
pokok yang harus dilakukan oleh sang tokoh di dalam naskah.
3. Kumpulkan
sifat-sifat, watak sang tokoh, lalu hubungkan dengan tindakan-tindakan pokok
yang harus dikerjakannya, kemudian ditinjau mana yang mungkin harus ditonjolkan
sebagai alasan untuk tindakan-tindakan tersebut.
4 Carilah didalam naskah. Pada bagian mana saja, sifat-sifat itu
mendapat kesempatan untuk ditonjolkan
5. Carilah dialog-dialog, meskipun hanya
mempunyai makna tersirat, tapi dapat diusahakan untuk menyembulkan
maksud-maksud tersebut di atas.
6. Ciptakan gerak air muka ( mimik ), sikap,
dan gerakan anggota tubuh lainnya yang bisa menyatakan watak sang tokoh.
7. Ciptakan
timing yang akurat, supaya mimik dan gerakan anggota tubuh lainnya itu sesuai
dengan dialog yang diucapkan.
8. Rancanglah
cara memberi isi kepada dialog, untuk memberikan tekanan dan penonjollan pada
watak sang tokoh.
9. Rancanglah
garis permainan sedemikian rupa, sehingga gambaran tiap perincian watak
disajikan dalam urutan tangga puncak, lalu tindakan yang terkuat dihubungkan
dengan gambarn watak yang kuat pula.
10. Usahakan rancangan tersebut diatas tidak
berbenturan dengan rancangan sutradara.
11. Hasil tindakan tersebut diatas bisa dianggap
sebagai blocking dan bussines. Lalu dihafal sampai melekat dan menjadi
kebiasaan.
12. Cara kerja tersebut
diatas harus dihayati, dihidupkan dengan imajinasi dengan cara mengerahkan
pemussaatan perhatian kepada pikiran dan perasabnm tokoh yang sedang
dimainkan.***